Rintik Hujan , Aku masih ingat dengan jelas waktu masih SD dulu
Rintik Hujan
Aku masih ingat dengan jelas waktu masih SD dulu. Aku ini tipe orang yang takut pada ketinggian. Suatu hari aku memberanikan diri memanjat pohon setinggi 6 meter untuk mengambil bunga. ltu terjadi karena Yesil dengan wajah polosnya memintaku mengambil bunga itu.
Saat itu aku sedang duduk menantikan kedatangan teman-teman cowokku yang lain. Yesil, Yuni dan Siti sedang bermain "rumah-rumahan." Biasanya kalau Yuni ataupun teman cewek yang lain memintaku untuk mengambilkan bunga ataupun buah yang letaknya tinggi aku akan menolaknya. Namun hari itu aku nekad, hanya karena permintaan dari Yesil. Dengan polosnya Yesil mengatakan "bang tolong am bilin bunga itu" katanya sembari menunjukkan setangkai bunga yang ada di ujung pohon.
Dengan melawan rasa takut akan ketinggian aku memanjat pohon itu dan meraih bunga yang dimaksud oleh Yesil. Ku berikan bunga itu padanya. Dia hanya mengucapkan "terimakasih" sambil memberikan sedikit senyum. Yuni sempat memarahiku, karena aku tak pernah mau memanjat pohon yang tinggi jika Yuni yang minta. Hari itu, demi Yesil aku sudah nekad melawan rasa takutku.
Di lain kesempatan disaat kami sedang bermain ditepi pantai. Kami selalu bermain kejar-kejaran di dalam air laut setinggi dada anak-anak. Waktu itu usiaku baru 11 tahun, belum akil baligh. Taukah sobat istilah "jadi" dalam suatu permainan? Siapa yang "jadi" harus mengejar pemain lainnya sampai dapat, apabila ia dapat menangkap pemain lain maka orang yang ditangkapnya itu yang selanjutnya harus "jadi."
Pada hari itu Yuni yang "jadi," aku langsung menjauh karena biasanya kalau Yuni "jadi" dia tentu akan mengincarku. Yuni tak dapat menangkapku, dengan kesal ia menuju Yesil. Kelihatannya Yesil tidak terbiasa bermain kejar-kejaran seperti ini. Dengan wajah was-was ia coba menghindari Yuni. Namun Yuni terlalu cepat baginya. Yesil pun akhirnya harus "jadi." Mengejar satu persatu pemain lain yang memiliki lari yang laju. Melihat itu aku merasa tak tega. Aku berpura-pura lengah. Aku berpura-pura bermain kapal-kapalan menggunakan sebatang kayu kecil yang hanyut. Lalu tak lama kemudian, Yesil menangkap lenganku "abang jadi" katanya dengan wajah girang. Senang sekali aku melihat senyum itu. Setelah itu satu persatu pemain yang lain berlari lebih menjauh, Yesil juga demikian. Aku boleh saja menangkap Yesil kembali, kulihat dia larinya paling lambat di antara yang lainnya. Namun aku mengincar pemain lain. Aku tak tega kalau ia harus "jadi" kembali.
Pada saat Yesil memegang lenganku itu. Aku merasakan getaran yang lain. Getaran yang tidak kumengerti darimana datangnya. Ada di dekatnya memberikan sensasi yang berbeda. Tangan Yesil merupakan "tangan terlembut di dunia" yang pernah kusentuh. Aku tak pernah lagi menyentuh tangan itu disaat aku beranjak remaja dan dewasa. Saat Yesil tidak ada lagi. aku tak pernah menyentuh tangan selembut itu lagi.
Diusia yang masih 11 tahun itu, masih murni dari perasaan-perasaan yang lain. Masih belum mengerti tentang kebutuhan biologis dan sebagainya. Masih belum dirasuki tontonan film-film Hollywood yang terkadang mempertontonkan nafsu birahi. Mulai sejak saat itu Yesil menjadi penetral di hatiku.
Saat usiaku terus beranjak. Aku semakin mengerti. Perasaan damai ketika melihat Yesil ini sama sekali tidak dibuat-buat. Perasaan nyaman melihat senyumannya itu bukan fantasy.
Ada satu hal yang selalu kuingat darinya. Tingkahnya yang m ungkin tak disadarinya. Yesil selalu memperhatikan rintik hujan. Dia selalu termenung melihat rintik air yang jatuh dari langit itu. Saat aku sempat m enanyakannya kenapa dia suka memperhatikan rintik hujan, Yesil menjawab: "Hujan adalah keindahan dan rahmat, melihat hujan juga bisa membuat hati tenang, hujan adalah rahmat ALLAH, di dalam rintik hujan ada malaikat-malaikat pembawa Rahmat ALLAH." Jawabannya ini membuat hatiku tenang dan perlahan mulai ikut menikmati hujan.
Dan, disaat dia sedang asik memperhatikan rintik hujan. Disaat itulah aku bisa memperhatikannya dengan leluasa tanpa disadarinya. Aku ingin berbagi dunia dengannya. Aku ingin tau hal-hal apa saja yang dipikirkan dan hal-hal apa yang dirasakannya disaat melihat rintik hujan itu membasahi bumi. Aku ingin tau apa yang dipikirkannya saat bunga-bunga yang bermekaran indah itu disirami air hujan. Aku ingin masuk ke dunianya.
Pernah juga suatu hari ketika bulan Ramadhan. Yesil, Yuni dan Siti sedang bermain di rumahku. Kami bermain bersama dengan maksud dapat mempersingkat waktu puasa yang terasa panjang saat masih kecil itu. Ternyata bermain bersama teman-teman dibulan puasa bukan ide yang bagus. Bagaimanapun namanya anak kecil itu tentu akan beraktivitas seperti biasa sampru habis tenaga baru berhenti.
Saat sudah kecapean, kami berempat duduk diruang depan rumahku. Yuni dan Yesil baring di lantai. Aku dan Siti duduk di sofa. Mereka bertiga terlihat benar-benar lemas kehausan. Tak berapa lama kemudian. Kakakku mengajak kami untuk membuat kue lebaran. Yuni, Siti dan aku segera bangkit dari posisi kami masing-masing dengan semangat.
Namun Yesil sudah ketiduran. Aku yang juga mengikuti ke dapur malah diolok-olok kakakku "ngapain cowok ikut, mau belajar bikin kue juga?" sindir kakakku. Dengan malu aku kembali ke ruang tamu. Saat itu kuperhatikan Yesil lelap tertidur. Aku mengambil buku Donal Bebek dan membaca buku itu. Namun aku tak konsentrasi, aku lebih tertarik melihat Yesil yang sedang tidur. Kuletakkan buku Donal Bebek. Kududuk di samping Yesil dan mem perhatikan wajahnya yang sedang tertidur. Cantiknya. Sekian menit aku duduk mematung di sampingnya. Entah apa yang diimpikannya. Entah apa juga yang melintas di pikiranku saat itu. Yang jelas aku ingin selalu berada di sampingnya. Aku ingin berbagi mimpi padanya. Aku ingin menjaganya. Aku ingin selalu merasakan sensasi nyaman ini.