Aku tak pernah membayangkan pertemuan sore itu akan mengubah cara pandangku tentang cinta. Saat hujan turun perlahan di pertigaan jalan kecil dekat taman kota, aku melihat sosok yang begitu familiar berjalan ke arahku. Payung hitamnya menutupi sebagian wajahnya, tapi caranya berjalan, postur tubuhnya, dan aura yang dibawanya terlalu akrab untuk kulupakan.
“Raka?” tanyaku ragu.
Ia menoleh. Matanya membulat saat mengenaliku. “Naya?”
Dan begitulah kisah ini dimulai. Bukan tentang dua orang asing yang jatuh cinta, tapi dua orang yang pernah saling mencintai, lalu berpisah, dan kini dipertemukan kembali oleh waktu—dan mungkin, oleh takdir.
Lima Tahun yang Lalu
Aku dan Raka pernah menjadi pasangan yang tak terpisahkan. Kami bertemu di kampus, dan sejak itu, banyak orang menyebut kami sebagai "couple goals". Kami suka hal yang sama, punya cita-cita yang sejalan, dan bisa berbicara berjam-jam tanpa merasa bosan. Tapi ternyata, cinta saja tak cukup untuk membuat dua hati bertahan.
Perbedaan visi hidup setelah lulus kuliah, pekerjaan yang membawa kami ke kota yang berbeda, dan tekanan dari keluarga akhirnya membuat kami menyerah. Putusnya hubungan kami bukan karena pertengkaran hebat, bukan juga karena orang ketiga. Tapi justru karena rasa lelah mempertahankan yang tidak lagi berjalan searah.
Kami mengakhiri semuanya dengan baik. Tidak ada drama, tidak ada air mata di hadapan umum. Hanya satu pelukan panjang dan janji untuk saling mendoakan bahagia meski tanpa satu sama lain.
Pertemuan Tak Terduga
Pertemuan kami sore itu berlangsung canggung. Kami akhirnya memutuskan duduk di kedai kopi dekat taman, tempat kami dulu sering menghabiskan waktu.
“Aku pikir kamu udah pindah ke Surabaya?” tanyaku membuka percakapan.
“Aku balik ke Jakarta dua bulan lalu, ada proyek kerja sama dengan kantor pusat,” jawabnya sambil tersenyum kecil.
Kami mengobrol, perlahan membongkar satu per satu memori yang dulu kami kubur dalam-dalam. Tentang tempat makan favorit, film yang dulu kami tonton berulang kali, dan lelucon internal yang hanya kami berdua yang paham.
Yang aneh, aku tidak merasa sakit. Tidak seperti yang kupikirkan jika suatu hari bertemu dia lagi. Bahkan, ada rasa hangat yang menyusup perlahan ke dalam hati.
Cinta Kedua: Masih Mungkin?
Pertemuan itu tak berhenti di sana. Raka mulai sering menghubungiku. Kami kembali berbagi cerita lewat pesan singkat, bertemu untuk makan siang, dan bahkan pergi menonton konser kecil seperti dulu.
Namun, ada perasaan aneh dalam diriku. Aku tidak ingin terlalu berharap, tapi aku juga tak bisa membohongi perasaan yang tumbuh kembali. Apakah ini CLBK—Cinta Lama Bersemi Kembali? Ataukah ini hanya nostalgia yang menipu?
Raka tidak langsung menyatakan cinta. Tapi dari caranya memperhatikan, menjaga, dan membuatku tertawa seperti dulu, aku tahu dia masih menyimpan rasa.
Konflik yang Belum Usai
Suatu malam, kami duduk di mobil setelah makan malam. Hujan turun seperti saat pertama kali kami bertemu kembali.
“Aku senang bisa ketemu kamu lagi, Nay,” katanya pelan. “Tapi aku juga takut. Takut mengulangi kegagalan yang sama.”
Aku menoleh padanya. “Kita udah bukan orang yang sama, Rak. Mungkin sekarang kita lebih tahu cara bertahan.”
Dia mengangguk, tapi matanya menyiratkan keraguan.
Aku tahu, bukan hanya aku yang terluka di masa lalu. Raka juga membawa lukanya sendiri. Luka karena melepaskan, karena memilih logika daripada rasa, karena menekan rindu selama bertahun-tahun.
Ketika Cinta Diuji Lagi
CLBK tidak seindah yang orang bayangkan. Ada banyak hal yang harus dihadapi. Rasa ragu, trauma lama, dan pertanyaan-pertanyaan yang belum sempat dijawab dulu.
Apakah kamu pernah benar-benar melupakan aku?
Apakah selama ini kamu juga menyesal seperti aku?
Apakah kita bisa mulai dari nol, atau harus menyelesaikan bab yang dulu tertunda?
Aku mulai sadar, cinta kedua ini bukan sekadar tentang memulai kembali. Tapi tentang menyusun ulang puzzle yang pernah pecah, dengan potongan yang sekarang mungkin sudah berubah bentuk.
Sebuah Jawaban
Dua bulan setelah pertemuan pertama kami, Raka mengajakku ke tempat kami dulu pertama kali jadian di atas bukit kecil yang menghadap danau.
“Aku gak tahu apakah cinta kedua bisa sekuat cinta pertama,” katanya sambil menatap langit senja. “Tapi aku tahu satu hal. Kali ini aku mau berjuang lebih keras. Kalau kamu juga mau.”
Hatiku menghangat. Aku tidak langsung menjawab. Aku menatap danau, mengenang semua rasa sakit, kehilangan, dan pengharapan yang pernah kami lalui. Dan kini, kami berdiri di tempat yang sama, dengan versi diri kami yang baru.
“Aku gak tahu apa kita akan berhasil. Tapi aku juga mau mencoba lagi, Rak. Dengan kamu.”
Dia tersenyum. Tangannya menggenggam tanganku. Untuk pertama kalinya sejak sekian lama, aku merasa pulang.
Epilog: CLBK Bukan Sekadar Nostalgia
Cinta lama yang bersemi kembali bukanlah kisah yang mudah. Banyak yang bilang CLBK hanya membawa luka lama dan nostalgia yang menipu. Tapi bagi kami, ini adalah kesempatan kedua yang diberikan oleh semesta. Kesempatan untuk menebus yang tertunda, menyembuhkan yang dulu sakit, dan membangun yang dulu runtuh.
Kami tidak lagi seperti dulu. Kami lebih dewasa, lebih paham arti mencintai, dan lebih siap menghadapi kenyataan. Kali ini, kami tidak hanya saling mencintai, tapi juga saling memilih, setiap hari.
Karena cinta yang pernah hilang, bisa tumbuh lagi jika diberi kesempatan.
Dan kami memilih untuk memberi kesempatan itu.
Hashtag:
#CLBK #CintaLamaBersemiKembali #CeritaCinta #KisahRomantis #BlogCinta #SecondChanceLove #KisahNyata #DiaryCinta #CintaKembali #CintaDewasa