Kehidupan Baru Mira
Mira menatap cermin di kamar tidurnya. Rambutnya yang mulai memutih di beberapa helai ia ikat rapi, wajahnya tetap ceria meski usianya sudah setengah baya. Sejak ditinggal suami lima tahun lalu, hidup Mira hanya berisi rutinitas rumah tangga dan pekerjaan kantornya.
Namun belakangan, Mira merasa ada kekosongan yang tak bisa diisi pekerjaan. Ia rindu perhatian, canda, dan sentuhan hangat—bukan sekadar pelukan ibu kepada anaknya, tapi belaian yang membuat hati berdebar.
Sambil menyesap teh hangat, Mira bergumam, "Mungkin sudah saatnya aku menikmati hidup lagi… dan kenapa nggak, sedikit ‘diledek’ oleh perjaka muda."
Perjaka Misterius
Suatu sore, Mira menghadiri reuni kecil teman-temannya. Di sana, ia bertemu Raka, seorang pemuda perjaka berusia awal 30-an yang baru pindah ke kota itu. Rambutnya hitam legam, mata tajam tapi ramah, dan senyumnya… membuat Mira tersipu lebih dari sekali.
Raka tampak penasaran dengan Mira. "Jadi, ibu-ibu cantik ini janda ya?" godanya sambil menyeringai.
Mira tertawa, sedikit malu tapi senang. "Iya, tapi jangan salah… janda setengah baya juga bisa punya ‘daya tarik’ lho."
Percakapan mereka mengalir ringan, penuh canda dan tawa. Mira merasa ada percikan berbeda saat Raka menatapnya dengan mata bersinar itu.
Godaan Sehari-hari
Beberapa hari kemudian, Raka sering muncul di sekitar kantor Mira, entah kebetulan atau memang ingin bertemu. Ia selalu menebar godaan kecil—mengambil dokumen yang salah letak, menertawakan lelucon Mira, atau hanya tersenyum hangat yang membuat Mira merasa ‘hidupnya berwarna’.
Mira tersenyum sendiri saat menulis laporan di mejanya. Hatinya berdebar setiap kali Raka menyapanya. Ia tahu, rasa rindu dan keinginan akan belaian bukan sekadar khayalan. Setiap sentuhan ringan di lengan, setiap tatapan mesra, membuat Mira ingin lebih dekat dengan perjaka ini.
Petualangan Kecil yang Manis
Suatu sore, Raka mengajak Mira ke taman kota. Mereka duduk di bangku kayu, menikmati es krim sambil bercanda tentang masa muda.
"Aku nggak nyangka bisa ngobrol santai sama janda sepertimu," kata Raka sambil tersenyum nakal.
Mira menatapnya, menahan tawa. "Hati-hati ya… janda setengah baya itu haus belaian, tau nggak?"
Raka mengangkat alis. "Kalau gitu… aku siap menjadi pelengkap hausmu," jawabnya sambil menyentuh tangan Mira ringan.
Mira tersipu tapi hatinya hangat. Ia menyadari, cinta dan kehangatan bisa muncul di usia berapapun, dan kadang perjaka muda justru bisa membuat hidup lebih ceria.
Tanda-Tanda Perasaan
Hari-hari berikutnya, kedekatan mereka semakin jelas. Raka selalu ada untuk Mira, membantunya mengangkat barang, menemani Mira saat lelah, dan menghibur dengan lelucon kocak. Mira mulai menunggu pesan Raka setiap pagi, tersenyum sendiri saat membaca kata-katanya yang mesra tapi tetap manis.
Mira sadar, rasa haus akan belaian bukan sekadar fisik, tapi juga tentang perhatian dan cinta. Dan Raka, meski perjaka muda, mampu memberikannya dengan caranya sendiri—hangat, tulus, dan ceria.
Konflik yang Lucu
Suatu hari, teman-teman Mira melihat kedekatannya dengan Raka. Mereka mulai menggoda, bertanya-tanya apakah Mira jatuh cinta pada perjaka itu. Mira tersipu, sementara Raka tertawa geli.
"Aku nggak peduli omongan orang," kata Mira. "Yang penting aku bahagia."
Raka menggenggam tangannya dengan manis. "Dan aku juga bahagia kalau bisa membuatmu tersenyum setiap hari."
Mereka tertawa bersama, menyadari bahwa cinta mereka tumbuh dari kebersamaan dan canda, bukan tekanan atau ekspektasi.
Momen Romantis
Suatu malam, Mira dan Raka menonton film di rumah Mira. Lampu redup, aroma kopi hangat, dan kehangatan tubuh mereka yang duduk berdekatan menciptakan suasana intim tapi nyaman.
Raka menatap Mira, menyentuh pipinya dengan lembut. "Aku suka caramu tersenyum… membuatku ingin selalu ada di dekatmu."
Mira tersipu. "Aku… aku nggak nyangka bisa merasa seperti ini lagi."
Raka tersenyum nakal, tapi matanya serius. "Janda setengah baya haus belaian? Aku siap menjadi pelabuhannya."
Mira tertawa kecil, lalu mereka saling menggenggam tangan, merasakan cinta yang sederhana tapi manis, penuh canda dan kehangatan.
Kejutan yang Menggelitik
Raka menyiapkan kejutan untuk Mira—piknik kecil di taman dengan bunga dan kue kesukaannya. Mira merasa bahagia, seperti gadis muda kembali. Mereka bercanda, berlari-larian kecil, dan menikmati es krim sambil duduk di rerumputan.
"Siapa bilang janda setengah baya nggak bisa bersenang-senang?" Mira tertawa.
Raka memeluknya dari belakang. "Yang penting ada perjaka yang siap membahagiakanmu, kan?"
Mira tertawa terbahak, tapi hatinya berdebar hangat. Ia sadar, cinta tidak mengenal usia, dan kehangatan bisa datang dari siapa saja yang tulus mencintai.
Keputusan Hati
Hari-hari berlalu dengan ceria. Mira dan Raka semakin dekat, saling mengenal, dan saling mengisi kekosongan hati masing-masing. Suatu sore, Raka menatap Mira dengan serius.
"Mira… aku nggak peduli usia atau apa kata orang. Aku cuma tahu… aku ingin selalu ada di hidupmu."
Mira tersenyum, meneteskan air mata bahagia. "Aku juga… merasa hidupku lengkap saat ada kamu."
Mereka berciuman lembut di taman, di bawah cahaya matahari sore, merasakan hangatnya cinta yang tumbuh dari canda, perhatian, dan belaian tulus.
Epilog
Mira menyadari, hidup setelah kehilangan tidak selalu suram. Kadang, cinta datang dari arah yang tak terduga—perjaka muda yang ceria, tulus, dan penuh perhatian.
Mereka kini menjalani hari-hari dengan tawa, canda, dan cinta. Mira yang dulu janda setengah baya, kini kembali menemukan kebahagiaan, dan Raka menjadi perjaka yang mampu mengisi kekosongan hatinya.
Cinta mereka sederhana, ceria, tapi hangat—bukti bahwa siapa pun berhak merasakan kasih sayang, di usia berapapun, dan dengan siapa pun yang tulus mencintai.