Seroja
Seroja Cerpen Tony Herman Abrar Angin sore mulai terasa dingin, itu petanda tak lama lagi petang akan tiba. Kulihat jam yang meilngkar pada pergelangan tangan kiri dengan perasaan campur aduk, gelisah dan kesal. Para pekerja tambang pasir tidak terlihat satupun, mungkin mereka sudah pulang. Di sini di bangku tepian sungai Sinamar aku duduk menunggu tambatan hati. Kami sangat menyukai suasana di sini, ada jembatan penghubung antar nagari. Pada sisi kiri serta kanan sungai terdapat pelabuhan untuk menampung hasil tambang pasir dan batu. Tak jauh dari bibir jalan raya berdiri sebuah warung tempat para pekerja bercengkrama dan melepas lelah, tapi warung itu kini telah sepi karena hari sudah mendekati malam. Kalau tidak mengingat bahwa pertemuan ini merupakan pertemuan kami yang mungkin terakhir, ingin rasanya aku pulang saja. Keinginan itu aku coba tahan dan tetap menunggu meski dengan penuh kesal. Minggu depan aku akan pergi merantau mencari penghidupan ke kota. Merantau sepertinya s